Visi: Perencanaan dan Pencapaian

Juni 01, 2017

Perencanaan adalah suatu proses untuk menetapkan ke mana kita harus pergi dengan mengidentifikasi syarat apa yang harus dipenuhi untuk sampai ke tempat tersebut dengan cara yang paling efisien dan efektif, dengan kata lain perencanaan sebagai penetapan spesifikasi tujuan yang ingin dicapai termasuk cara-cara yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut (Keufman dalam Cangara, 2014).
Joel A. Barker
Perencanaan yang baik menurut Cangara (2014) diperlukan lima syarat yaitu; (1) faktual dan realistis; (2) logis dan rasional; (3) fleksibel; (4) komitmen; dan (5) komprehensif. Lebih lanjut Cangara menjelaskan bahwa perencanaan komunikasi strategik adalah perencanaan komunikasi yang mengacu pada kebijaksanaan komunikasi yang menetapkan alternatif dalam mencapai tujuan jangka panjang, serta menjadi kerangka dasar untuk perencanaan operasional jangka pendek. Salah satu karakteristik dari perencaan strategik yaitu merupakan proses penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi pencapaian.
Levy dalam Yoeli & Berkovich (2010), visi dideskripsikan sebagai pedoman organisasional yang menunjukkan arah organisasi tujuan organisasi. John P Kotter (1996) menjelaskan bahwa “vision refers to a picture of the future with some implicit or explicit commentary on why people should strive to create that future.” Berdasarkan kedua pengertian tersebut maka visi merupakan hal yang sangat penting bagi organisasi. Visi merupakan masa depan atau cita-cita yang harus dicapai dan menjadi pedoman bagi organisasi dalam berusaha untuk mencapai apa yang diimpikan/didambakan di masa depan. Visi diharapkan akan mampu menjadi penggerak semua orang dalam organisasi dalam mencapai tujuan perusahaan.
Dalam menetapkan suatu visi maka harus dipikirkan mengenai unsur-unsur yang harus terkandung di dalamnya. Lewis & Smith dalam Cangara (2014), menyatakan bahwa visi harus mengandung unsur; (1) berorientasi ke masa depan (visioner); (2) pernyataannya menyentak, membumi, ambisius dan menantang; (3) mengekspresikan kreativitas; (4) memiliki ciri keunikan dan citra yang beda; (5) memberikan semangat dan mendorong timbulnya dedikasi organisasi; (6) mempunyai standar yang tinggi, ideal serta harapan bagi anggota organisasi; serta (7) memerhatikan sejarah, nilai, dan kultur organisasi.
Visi juga harus dinyatakan dalam suatu deklarasi tentang hasil yang ingin dicapai, cermat, seksama dan praktis dan mampu menjadi cermin dari pengetahuan, filosofi, dan tindakan yang akan diambil serta menjadi komponen kunci dari perencanaan strategik. Untuk menciptakan visi yang baik, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain; terukur dan spesifik; fleksibel dan tidak kaku; realistis; menarik dan menantang untuk mencapainya; jelas dan mudah dipahami; singkat, padat, satu kalimat (tidak terlalu panjang); dan mudah diingat (Cangara, 2014).
Mengapa perlu untuk mencipatakan visi yang baik bagi organisasi atau perusahaan? John P. Kotter  (1996) mengatakan bahwa:
“A great vision can serve a useful purpose even if it is understood by just a few key people. But the real power of vision is unleashed only when most of those involved in an enterprise or activity have a common understanding of its goals and direction. That shared sense of desireble future can help motivate and coordinate the kinds of actions that create transformations”

Visi yang baik akan mudah untuk dimengerti oleh orang-orang termasuk juga para anggota organisasi maupun karyawan perusahaan. Untuk itu, strategi dalam mengelola suatu bentuk usaha harus berpedoman pada visi, misi dan values yang harus dipahami dan dimengerti oleh setiap orang yang terlibat di dalam organisasi tersebut.
Mike Davidson (1995) mengatakan bahwa peran leadership dalam mengkomunikasikan visi antara lain dapat melalui education (menumbuhkan pemahaman terhadap visi), authentication (menumbuhkan keyakinan kepada semua pihak bahwa “kata sesuai dengan perbuatan”, motivation (menumbuhkan kemauan dari dalam diri pegawai – self motivated workforce – untuk berperilaku sesuai dengan tujuan perusahaan. Hal ini sejalan Clutterbuck & Hirst (2002) yang menyatakan bahwa visi yang efektif dalam bisnis adalah mimpi yang cukup menyentuh dengan kenyataan hasil yang diinginkan untuk membuat banyak orang bergerak untuk mencapainya.
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa sebuah visi dapat dijabarkan sebagai sebuah skill, science dan art. Visi sebagai skill/keahlian harus dimiliki oleh pemimpin organisasi dalam bekerjasama dengan anggota lain untuk menciptakan sebuah visi serta bagaimana agar dapat mewujudkan visi itu bersama. Untuk itu diperlukan juga visi sebagai science yang mana visi yang diciptakan tersebut harus realistis dan terukur. Dalam hal ini sebuah visi harus dapat dipertanggungjawabkan sebagai sebuah pedoman organisasi dalam mencapai tujuannya. Malaska & Holstius (1999), mengatakan bahwa, “the vision speaks the language of the people, the company’s employee. It means for the company to communicate to its own people, its clients and other parties about its prospects, interests, trust in the future and its way of doing business”. Agar visi tersebut mampu untuk dimengerti oleh seluruh anggota organisasi, maka dalam menciptakan visi tentu harus mudah untuk dipahami serta singkat, padat dan mudah diingat.  Visi sebagai art digunakan untuk menciptakan sebuah kalimat yang singkat, padat, jelas serta mudah dipahami dan juga indah untuk diingat.
Dalam komunikasi bisnis, visi diperlukan untuk menciptakan iklim organisasi yang kondusif sehingga mampu mencapai tujuan dari organisasi dalam menjalankan suatu bisnis. Visi dapat berubah ketika disadari terdapat praktik yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan suatu perusahaan. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) (KAI) pada tahun 2009 mengganti visi lamanya (di tahun 1999) yaitu “Terwujudnya Kereta Api sebagai pilihan utama jasa transportasi dengan fokus keselamatan dan pelayanan” yang diubah menjadi “Menjadi penyedia jasa perkeretaapian terbaik yang fokus pada pelayanan pelanggan dan memenuhi harapan stakeholders”. Melalui visinya, KAI bertekad menjadi operator kereta api terbaik yang ada di Indonesia. KAI mengubah mindset perusahaan yang tadinya product oriented menjadi customer oriented supaya yang menjadi fokus utama dalam berbagai kebijakan adalah pelanggan. PT. KAI sebagai BUMN memiliki tanggung jawab yang besar baik terhadap pemerintah, masyarakat, pelanggan, dan berbagai stakeholder lainnya dengan terus menjaga kepercayaaan para stakeholder melalui pencapaian kinerja terbaiknya.
PT. Kereta Api (Persero) dalam upayanya mencapai visi tersebut, maka perusahaan membuat berbagai kegiatan penunjang kemudian dijelaskan dalam misi perusahaan. Terdapat empat pilar utama yang menjadi fokus perusahaan dalam menjalankan bisnisnya, yaitu Keselamatan, Ketepatan Waktu, Pelayanan, dan Kenyamanan.  Melalui misi-nya, PT. KAI memperlihatkan komitmennya dalam menjaga kepercayaan pelanggan untuk selalu mengutamakan keselamatan, tepat waktu, memuaskan dalam pelayanan sehingga pelanggan merasa nyaman dalam menggunakan jasanya.
Visi tentu tidak akan tercapai tanpa adanya perencanaan yang baik antar seluruh pemangku kepentingan perusahaan. Untuk itu, pemahaman visi yang baik oleh para stakeholder sangat diperlukan untuk mencapai apa yang menjadi tujuan dari perusahaan.



Daftar Pustaka
Cangara, H. (2014). Perencanaan & Strategi Komunikasi Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
Clutterbuck, D., & Hirst, S. (2002). Talking Business: Making Communication Work. Oxford: Butterworth-Heinemann.
Davidson, M. (1995). The Transformation of Management. London: Macmillan Press Ltd.
Kotter, J. P. (1996). Leading Change. USA: Harvard Business School Press.
Malaska, P., & Holstius, K. (1999, Agustus). Visionary Management. Foresight Vol. 1, No. 4, pp. 353-361.
Yoeli, R., & Berkovich, I. (2010). From personal ethos to organizational vision: narratives of visionary. Journal of Educational Administration, Vol. 48, No. 4 , pp. 451-467.

You Might Also Like

1 komentar